Jumat, 17 Januari 2020

Jejak Bersejarah Candi Muara Takus


Mapala Humendala adalah salah satu lembaga semi otonom yang ada di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau dengan ruang lingkup Organisasi berorientasi pada kepencintaalaman. Kegiatan nya meliputi kegiatan alam bebas, yaitu kegiatan di alam bebas seperti pendakian Gunung, memanjat tebing, menelusuri gua, arung jeram, dan lain sebagainya. Yang tidak kalah pentingnya pada perkembangan selanjutnya adalah aktivitas kepecintaalaman juga diwarnai oleh sikap keberpihakkan kepada alam serta lingkungan hidupnya, sehingga organisasi/kelompok Pecinta Alam yang tumbuh di lingkungan perguruan tinggi tidak hanya berkegiatan Alam bebas melulu, akan tetapi kegiatan lingkungan hidup juga mendapatkan porsi yang seimbang dengan kegiatan petualangan di Alam Bebas baik berbentuk Ekspedisi atau pun inovasi. Selain itu Humendala juga memiliki prestasi yaitu pernah menjadi salah satu lembaga terbaik, unggul dalam bidang panjat tebing, mapala humendala juga membuat Ekspedisi Seven Summit “Riau Menggapai Atap Dunia”. Salah satunya anggota humendala telah sampai di puncak tertinggi dunia Yaitu Puncak Uhuru Peak, Gunung Kilimanjaro, Tanzania (Afrika) 5895 mpdl pada tanggal 10 November 2018.

Ekspedisi ini dilakukan oleh Anggota Tunas Srikandi Santo yaitu Ricka Wardani Utami dan Dina Reski Putri, Ekspedisi dilakukan untuk memenuhi proses pemagangan untuk menjadi Anggota penuh Mapala Humendala.  Hingga saat ini jumlah anggota mapala Humendala yang teregritasi berjumlah 175 orang.

                                                


Riau  sebenarnya memiliki banyak objek wisata / tempat sejarah yang bagus, tetapi kurang diminati oleh orang orang Riau sendiri, mereka lebih memilih liburan diluar Riau. Contohnya di Candi Muara Takus. Maka dari itu Mapala Humendala melakukan perjalanan kesebuah Desa Muara Takus untuk melaksanakan kegiatan yang bernama “Ekspedisi Wisata Sejarah Candi Muara Takus” .       
Ekspedisi Candi Muara Takus  adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengobservasi kondisi lingkungan, social, ekonomi, budaya, masyarakat Candi muara takus. Tujuan kami melakukan kegiatan ini untuk mengetahui sejarah Candi Muara Takus yang belum banyak diketahui orang banyak, mengetahui perkembangan wisata Candi Muara Takus, dan membandingkan pendapat  dari beberapa sumber di Candi Muara Takus adapun kegiatan yang kami lakukan yaitu mengopservasi kondisi lingkungan, social, ekonomi, budaya, masyarakat dan mengeksplor Candi Muara Takus, membuat dokumentasi kegiatan berupa artikel, dan video perjalanan.

Candi Muara Takus adalah sebuah situs budaya yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia.
Situs ini berjarak ± 135 km dari kota pekanbaru. Situs candi muara takus dikelilingi oleh tembok berukuran 74 x 74 m, yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm, diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran  1,5 x 1,5 km, mengelilingi komplek ini sampai kepinggir sungai kampar kanan. Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs Candi ini didirikan.ada yang mengatakan abad ke-4, ada yang mengatakan abad ke-7 , abad ke-9 bahkan  pada abad ke-11. Namun Candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya, sehingga para sejarawan menganggap kawasan ini merupakan salah satu pusat pemerintahan kerajaan sriwijaya. Pada tahun 2009 Candi Muara Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu situs warisan dunia unisco.

Candi Muara Takus ini adalah situs Candi tertua di Sumatra, merupakan satu-satunya situs peninggalan sejarah yang berbentuk Candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama buddha pernah berkembang dikawasan tersebut. Menurut sejarah, Candi ini pertama ditemukan oleh Kolonel Belanda yaitu Cornet De Groot pada tahun1860.  Candi ini merupakan Candi warisan peninggalan umat Budha dan menunjukkan bahwa memang kebudayaan agama budha pernah  tumbuh di desa ini. Salah satu bukti nya adalah ada seorang mahasiswaa dari Tiongkok yang pernah belajar di dalam kawasan  Desa Muara Takus yang bernama Fa Huang. Ini menyebut nama Ta Ku Se yang terdapat didalam tulisannya.

 Ada beberapa pendapat mengenai nama Candi Muara Takus, yaitu :
1. Disebut Candi Muara Takus karena candi ini didekat muara sungai takus.
2. Disebut Candi Muara Takus karena nama desa yang berada di dekat candi tersebut bernama desa muara takus.
3. Disebut Candi Muara Takus karena ada seorang mahasiswa tiongkok yang menyebut dengan Ta Ku Se.

Ada pula penamaan lokal dari Candi Muara Takus ini, yaitu:
1. Kota suci Universitas Darmapala
2.  Kota suci sang hyang dewi puti indera dunia (dunio).
3. Bahasa lokal menyebut dengan kota indu dunio (kerinduan dunia).
4. Kota talago undang adat istiadat suko pi suko jolim bago alam pulau poco.

Pada tahun 2013, terdapat penemuan baru yang ditemukan di lahan milik warga yaitu lahan milik buk Fatimah dan Buk Wasnidar. Awal penemuan ini berupa gundukan tanah setinggi 1,5 m dengan kisaran keliling bidang ± 23 m. Penemuan tersebut berupa gerabah, arca, vajra, dan beberapa penemuan lainnya yang sekarang disimpan di museum yang berada di kota medan. Sekarang hasil eskavasi penemuan tersebut telah ditutup lagi karena belum mendapat tindakan lebih lanjut dari pemerintah desa karena penemuan ini terdapat dilahan milik warga. Barang-barang penemuan tersebut sekarang disimpan di salah satu museum di kota Medan.
                                            
                                                       Candi Vajra Sesudah Ditimbun                                      

                                                          Kondisi Akhir Ekskavasi


                                                      Cepuk Keramik Dari Situs Candi Vajra                                 

                                                          Cepuk Dari Situs Candi Vajra

Untuk menuju lokasi Candi Muara Takus dengan menggunakan transportasi darat bisa ditempuh selama ± 3 jam perjalanan. Dari kota Pekanbaru menuju kota Bangkinang (60 km), lalu dilanjutkan dari Bangkinang menuju desa Kuok (12 km), dari desaa kuok menuju Simpang Tiga Batu Besurat (28 km), dari Simpang Tiga Batu Besurat ke Desa Muara Takus (15 km), kemudian dari Desa Muara Takus barulah menuju Candi Muara Takus(3 km). Perjalanan bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Keadaan objek wisata dan budaya
Objek yang menjadi daya tarik di desa Muara Takus yaitu Candi Muara Takus. Dimana objek wisata tersebut mempunyai nilai sejarah tersendiri. Candi Muara Takus bukanlah penemuan baru yang asing didenga, Candi ini sudah banyak dikenal oleh banyak khalayak ramai. Bahkan sudah menjadi objek wisata, Candi Muara Takus dibuka setiap hari dan adapun larangan-larangan yang ada tetaplah terlaksana, salah satunya “bila jam 12 siang  keatas tidak boleh memasuki kawasan Candi Muara Takus tersebut, takutnya hal-hal yang tidak diingin kan terjadi” begitulah  kata salah seorang ketua pemuda desa Muara Takus.

Puncak kedatangan turis yang terbesar di setiap tahun nya yaitu pada perayaan keagamaan Buddha (Waisak). Pada perayaan keagamaan umat budha, para umat beragama Budha berbondong-bondong melaksanakan kegiatan ibadah di kawasan Candi Muara Takus ini. Upacara tersebut dilaksanakan pada pukul 22.00 wib. Kegiatan ini adalah agenda tahunan umat beragama budha. Wisatawan dari luar negeri juga berdatangan di candi ini seperti dari Thailand, Myanmar, Singapura dan sebagainya untuk beribadah. Walaupun Candi Muara Takus ini merupakan situs peninggalan umat beragama budha yang terletak di Desa Muara Takus, namun warga desa ini mayoritasnya memeluk agama Islam.Dalam komplek ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi Sulung Atau Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, Dan Palangk

          ·       Candi Mahligai Stupa
Candi Mahligai atau Stupa Mahligai, merupakan bangunan candi yang dianggap paling utuh. Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Stupa ini memiliki fondasi berdenah persegi panjang dan berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang mengelilingi alas candi dengan pintu masuk berada di sebelah selatan. Pada bagian alas tersebut terdapat ornamen lotus ganda, dan di bagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran. Menurut snitger, dahulu pada ke-empat sudut fondasi terdapat 4 arca singa dalam posisi duduk yang terbuat dari batu andesit. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yzerman, dahulu bagian puncak menara terdapat batu dengan lukisan daun oval dan relief-relief sekelilingnya. Bangunan ini diduga mengalami dua tahap pembangunan. Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam kaki bangunan yang sekarang terdapat profil kaki bangunan lama sebelum bangunan diperbesar


·           ·      Candi Tua
             Candi Tua atau Candi Sulung merupakan bangunan terbesar di antara bangunan lainnya di dalam situs Candi Muara Takus. Bangunan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Bagian kaki terbagi dua. Ukuran kaki pertama tingginya 2,37 m sedangkan yang kedua mempunyai ketinggian 1,98 m. Tangga masuk terdapat di sisi barat dan sisi timur yang didekorasi dengan arca singa. Lebar masing-masing tangga 3,08 m dan 4 m. Dilihat dari sisa bangunan bagian dasar mempunyai bentuk lingkaran dengan garis tengah ± 7 m dan tinggi 2,50 m. Ukuran fondasi bangunan candi ini adalah 31,65 m x 20,20 m. Fondasi Candi ini memiliki 36 sisi yang mengelilingi bagian dasar. Bagian atas dari bangunan ini adalah bundaran. Tidak ada ruang kosong sama sekali di bagian dalam Candi sulung. Bangunan terbuat dari susunan bata dengan tambahan batu pasir yang hanya digunakan untuk membuat sudut-sudut bangunan, pilaster-pilaster, dan pelipit-pelipit pembatas perbingkaian bawah kaki candi dengan tubuh kaki serta pembatas tubuh kaki dengan perbingkaian atas kaki. Berdasarkan penelitian tahun 1983 diketahui bahwa candi ini paling tidak telah mengalami dua tahap pembangunan. Indikasi mengenai hal ini dapat dilihat dari adanya profil bangunan yang tertutup oleh dinding lain yang bentuk profilnya berbeda.


       ·       Candi Bungsu
         Candi Bungsu bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung. Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah timur terdapat stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Bagian fondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratai. Penelitian yang dilakukan oleh yzerman, berhasil menemukan sebuah lubang di pinggiran padmasana stupa yang di dalamnya terdapat tanah dan abu. Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan tiga huruf nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar tricula dan sembilan buah huruf. Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian utara terbuat dari batu pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat dari bata.


 ·        Candi Palangka
Bangunan candi ini terletak di sisi timur stupa mahligai dengan ukuran tubuh candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi ini terbuat dari batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah utara. Candi Palangka pada masa lampau diduga digunakan sebagai altar. Altar adalah bangunan apapun dimana (hewan) kurban atau persembahan lainnya di persembahkan untuk tujuan religius, atau tempat sakral dimana upacara keagamaan berlangsung. Altar bisanya ditemukan di dalam tempat pemujan, biara, dan tempat-tempat suci lainnya. altar ada di berbagai kebudayaan, terutama di dalam agama katolik roma, agama kristen, agama budha, hindu. Bangunan ini juga ditemukan di agama-agama kuno lainnya.


·           Pohon Bodhi
Di sekitaran area kompleks Candi  Muara Takus terdapat sebuah pohon yang di sebut dengan pohon bodhi, pohon bodhi ini adalah sebuah pohon yang dianggap suci oleh umat buddha. Kenapa bisa dianggap suci karena pohon bodhi memiliki daun yang apabila dilipat menyerupai stupa pada candi,  sebagai tempat berteduh dan juga ukuran pohon bodhi tersebut dari dulu hingga sekarang ukurannya tetap seperti itu. Pada upacara keagamaan umat buddha merka menggunakan pohon bodhi sebagai sarana ibadah.
·           Tungku Pembakaran Mayat
Diarea kompleks Candi Muara Takus juga terdapat suatu tungku yang  dulu nya di gunakan sebagai tempat kremasi (pembakaran mayat). Tungku tersebut bertempatkan di depan Candi-Candi tersebut. Yang sekarang tidak digunakan lagi  dan berbentuknya sudah seperti  gundukan tanah.
·           Sumur suci
Diluar kompleks Candi terdapat sumur yang dianggap suci oleh umat buddha. Air dari sumur ini dari dulu hingga sekarang masi digunakan untuk kebutuhan Candi seperti pemasangan batu-batu Candi, air ini digunakan sebagai perekatnya dan tinggi sumur suci tersebut ± 2 meter. 

Keadaan  lingkungan
Untuk keadaan lingkungan di kawasan Candi Muara Takus ini masih terdapat sampah di beberapa titik tertentu, yaitu disekitar kawasan pedagang  yang berjualan makanaan di sekitaran Candi Muara Takus. Adanya sampah dilingkungan tersebut  sangat mengganggu padangan terutama bagi wisatawan  yang ingin berrekreasi, selain itu juga mengurangi nilai tambah dari bangunan bersejarah tersebut.

Keadaan social
Untuk keadaan sosial di sekitar Candi Muara Takus terdapat 385 kartu keluarga  terdaftar. Didesa muara takus hanya terdapat satu tk (taman kanak-kanak), satu Mda (madrasah dinia awaliyah) , satu paud (pendidikan anak usia dini), dan satu sd (sekolah dasar) . Didalam hal pendidikan masih kurang memadai  di karena kan  hanya menyediakan pendidikan sampai jenjang sd saja. Hal ini dikarenakan didesa Muara Takus memiliki peraturan bahwa  jika ingin mendirikan smp maka harus memiliki dua sd, dan untuk sma harus mendirikan dua smp. Ini tentu menyulitkan warga desa Muara Takus, untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi mereka harus sekolah keluar desa.
Di desa Muara Takus terdapat tujuh suku yaitu suku domo, suku petapang, suku niliang, suku chaniago, suku gampai dan suku melayu, suku mandailiong. Yang di ketuai oleh kepala suku. Dan untuk akses kesehatan hanya terdapat puskesmas.

Keadaan Ekonomi
Rata-rata pendapatan warga desa adalah  sekitar Rp 500.000 – Rp 600.000  per-minggunya, mayoritas pekerjaan warga desa muara takus adalah berkebun seperti sawit, karet karena didaerah desa tersebut terdapat  lahan  maka dari itu mereka menggunakan lahan tersebut untuk berkebun (sawit, karet). Dan pekerjaan yang paling dominan adalah nelayan, karena disana terdapai sebuah danau.
 Untuk memasuki kawasan candi muara takus ini wisatawan dikenakan biaya masuk sebesar Rp 8.000 untuk pelajar, dan Rp 10.000 untuk umum, biaya masuk ini di alokasikan untuk kegiatan pemuda desa Muara Takus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar